Selasa, 26 Juni 2012

MAKALAH Inflasi dan Implikasinya sebagai Salah Satu Masalah Ekonomi


MAKALAH
Inflasi dan Implikasinya sebagai  Salah Satu Masalah Ekonomi

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia
Dosen pengampu; Maimun S. , M.Si.



Disusun oleh:
Saputri Nur Raini
11417141018

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA / REGULER
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Ada tiga masalah ekonomi makro jangka pendek yang selalu dihadapi oleh kebanyakan Negara saat ini. Ketiga masalah tersebut adalah inflasi, pengangguran, dan ketimpangan neraca pembayaran.
Masalah-masalah tersebut mungkin timbul secara terpisah, misalnya suatu Negara hanya mengalami tingkat inflasi yang tinggi tanpa pengangguran dan ketimpangan neraca pembayaran. Atau dua permasalahan timbul secara bersamaan misalnya, tekanan inflasi tinggi disertai tingkat pengangguran yang juga tinggi. Atau inflasi yang tinggi diikuti oleh defisit pada neraca pembayaran, dan yang lebih parah kalau ketiga masalah tersebut terjadi bersama-sama. Ketiga permasalahan tersebut harus segera diatasi. Karena apabila terjadi kegagalan dalam mengatasi pemasalahan tersebut dapat menyebabkan permasalahan jangka panjang yang lebih kronis, sehingga usaha untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang makin tinggi melalui pertumbuhan ekonomi yang makin mantap menjadi terhambat.
Salah satu masalah ekonomi yang juga merupakan masalah politik dan sosial yang dihadapi oleh hampir Negara di dunia dewasa ini adalah inflasi. Secara singkat, Inflasi adalah proses kenaikan harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga secara umum dan terus-menerus bisa menimbulkan masalah serius di bidang ekonomi termasuk masalah pengangguran dan juga masalah di bidang sosial dan politik.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai apa itu inflasi serta berbagai hal yang berhubungan dengan inflasi. Dengan harapan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun sendiri pada khususnya.




BAB II
Isi
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Definisi Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
2.1.2  Teori Inflasi
Teori inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Beberapa teori mengenai jumlah uang beredar antara lain:
a.      Teori Klasik
Teori klasik berpendapat, tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang yang beredar. Bila jumlah uang bertambah, harga-harga akan naik. Ini berarti nilai uang menurun karena daya beli menjadi rendah. Pertambahan jumlah uang beredar disebabkan deficit APBN atau adanya perluasan kredit.
b.      Teori Keynes
Menurut Keynes yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat. Para konsumen, produsen, pemerintah,dan luar negeri bersama-sama akan membeli lebih banyak barang yang dihasilkan kapasitas produksi yang ada. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan di pasar. Produksi tidak dapat dinaikkan karena dibatasi kapasitas produksi. Jumlah barang dan jasa yang diproduksi tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar sehingga harga-harga menjadi naik dan timbul lagi inflasi.
Secara garis besar, teori inflasi dibagi dalam tiga kelompok yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi.
a.      Teori Kuantitas
Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa datang.
b.      Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya (secara ekonomis). Terjadi perubahan pendapatan diantara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Masing-masing kelompok menginginkan bagian yang lebih besar dari pada kelompok yang lain. Proses perebutan ini menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia.
c.       Teori Strukturalis
Teori ini memberikan tekanan pada kekuatan dari struktur perekonomian seperti yang terjadi di Negara-negara berkembang. Ada kekuatan utama dalam perekonomian perekonomian Negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi. Kekuatan ini terdiri dari:
Ø  Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sector lain.
Ø  Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan yang tumbuh tidak secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita sehingga harga bahan makanan naik melebihi kenaikan harga barang lain.
2.1.3        Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
a.       Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
b.      Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
c.       Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
d.      Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
f.       GDP Deflator menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dari banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi di atas, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Indeks biaya hidup/consumer price index (CPI) adalah Indeks biaya hidup mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. GNP deflator adalah jenis indeks yang lain. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang mencangkup dalam perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibanding dengan dua indeks di atas GNP deflator diperoleh dengn membagi GNP nominal (diatas harga Berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstans).
2.1.4        Jenis-Jenis Inflasi
Dilihat dari tingkat keparahannya, inflasi dibedakan menjadi :
a.       Inflasi Ringan, yaitu tingkat inflasi sampai dengan 10% atau 20% setahun
b.      Inflasi Sedang, yaitu antara 10% s/d 30% setahun
c.       Inflasi Berat, yaitu antara 30% s/d 100% setahun
d.      Hiper Inflasi, yaitu di atas 100% setahun
Berdasar sebab terjadinya:
a.       Demand Inflation, yaitu inflasi yang timbul karena desakan permintaan masyarakat akan barang dan jasa begitu kuat. Inflasi ini muncul karena naiknya tingkat pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat cenderung membeli barang dan jasa lebih banyak dari yang biasa mereka gunakan. Misalnya seseorang yang biasa mengkonsumsi susu satu gelas sehari, karena pendapatnya meningkat, maka konsumsi susunya juga meningkat menjadi 3 gelas sehari. Dengan meningkatnya konsumsi atau pembelian, akan mendorong naiknya harga barang-barang.
b.      Cost atau Cost-push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena naiknya biaya produksi. Misalnya terjadi kenaikan bahan bakar atau tuntutan buruh akan kenaikan upah, dimana kedua hal itu merupakan bagian dari biaya produksi, maka perusahaan pun akan menaikkan harga jual barang dan jasanya.
Berdasar asal-usul terjadinya:
a.       Domestic inflation, yaitu inflasi yang berasal atau bersumber dari dalam negeri. Misalnya pemerintah mengalami defisit anggaran belanja kemudian pemerintah mencetak uang baru, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Keadaan ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat, bila penawaran barang tetap, maka hal ini akan mendorong kenaikan harga barang-barang.
b.      Imported inflation, yaitu inflasi yang berasal dari luar negeri. Sebagai contoh adalah negara kita, dimana negara kita masih banyak mengimpor bahan baku dan barang modal lainnya. Apabila harga barang-barang yang diimpor itu naik, maka biaya produksi juga meningkat, yang akhirnya akan menaikkan harga jual barang dan jasa.

2.2      Pembahasan
2.2.1 Penyebab Inflasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi selama Januari hingga Desember 2011 sebesar 3,79 %. Jenis barang dan jasa yang dominan menyumbang inflasi utamanya adalah beras yang mengkontribusi 0,54 %, emas perhiasan 0,34 %, rokok kretek filter 0,22 %, dan tarif sewa rumah 0,21 %. Inflasi juga disumbangkan oleh tarif angkutan udara 0,19 %, ikan segar 0,18 %, uang sekolah SLTA 0,10 %, tarif kontrak rumah 0,09 % dan nasi dengan lauk 0,08 %.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi di suatu Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pada prinsipnya inflasi terjadi karena tidak adanya keserasian antara laju pertambahan uang dan tingkat pertumbuhan barang dan jasa. Apabila jumlah uang beredar meningkat, sedangkan produksi barang dan jasa tetap, maka hal ini cenderung akan mendorong terjadinya inflasi. Namun demikian, dari uraian tentang jenis-jenis inflasi dapat diidentifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi, yaitu antara lain :
a.       Naiknya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa
Ketika pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil(PNS), biasanya diikuti dengan kenaikan permintaan barang dan jasa. Bila kenaikan besarnya permintaan ini tidak diimbangi dengan penambahan volume barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada naiknya harga barang dan jasa. Kenaikan gaji PNS ini pada dasarnya mengidikasikan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar. Jenis inflasi ini disebut demand-pull inflation
b.      Kenaikan biaya produksi
Pada waktu pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka harga barang-barang di pasar juga akan meningkat. Mengapa? Ka rena kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan biaya produksi, akibatnya perusahaan juga menaikkan harga jual barang dan jasanya. Disini terjadi cost-push inflation.
c.       Defisit anggaran belanja (APBN)
Defisit APBN yang ditutup dengan percetakan uang baru oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya jumlah uang beredar,
Dimana hal ini akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa.
d.      Menurunnya nilai tukar rupiah
Menurunnya nilai tukar terhadap valuta asing, seperti US dollar, Yen, Deutche Mark, akan berdampak pada semakin mahalnya barang-barang produksi impor. Hal ini berakibat pada kenaikan biaya produksi.
Faktor uang dan barang atau jasa seperti diuraikan di atas memang berdampak langsung terhadap inflasi. Bila ditelusuri, maka sumber penyebab inflasi dapat juga berasal dari faktor-faktor sosial dan politik. Sebagai contoh, adanya berbagai kerusuhan sosial seperti yang terjadi akhir-akhir ini, juga memberikan dorongan terhadap laju inflasi. Berbagai kerusuhan sosial yang terjadi menyebabkan rasa tidak aman pada penduduk, sehingga mendorong mereka untuk membeli barang-barang dalam jumlah lebih besar dari kebutuhan.
2.2.2        Dampak Inflasi
a.      Dampak Positif
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
b.      Dampak Negatif
Dampak negatif terjadinya inflasi dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni dampaknya terhadap perekonomian dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.
1.      Dampak terhadap perekonomian
Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak diikuti oleh kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan meningkatkan investasi di masa datang dan ini akan mendorong percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi apabila inflasi menjadi lebih serius keadaannya, perekonomian tidak akan berkembang seperti yang diinginkan. Pengalaman beberapa Negara yang pernah mengalami hiperinflasi, menunjukkan bahwa inflasi yang buruk akan menimbulkan ketidakstabilan social dan politik, dan tidak mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih dulu ekonomi harus distabilkan, termasuk juga menstabilkan harga-harga, sebelum menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Ketiadaan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari inflasi yang serius disebabkan oleh beberapa faktor penting seperti diuraikan berikut ini:
a.       Inflasi meningkatkan penanaman modal spekulatif
Pada masa inflasi terjadi, terdapat kecenderungan di antara pemilik modal untuk menggunakan uangnya dalam  investasi yang bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah dan menyimpan barang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
b.      Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi
Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang mereka pinjamkan, institusi keuangan akan menaikkan tingkat bunga terhadap pinjaman-pinjaman mereka. Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin tinggi pula tingkat bunga yang akan mereka tentukan. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi keinginan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
c.       Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi di masa depan
Laju inflasi akan bertambah cepat apabila tidak segera dikendalikan. Pada akhirnya inflasi akan menimbulkan ketidakpastian keadaan perekonomian dan arah perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diprediksi dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi minat pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
d.      Menimbulkan masalah neraca pembayaran
Inflasi mengakibatkan harga barang impor lebih murah dari harga barang yang dihasilkan di dalam negeri. Sehingga menyebabkan impor berkembang pesat dan perkembangan ekspor melambat. Di samping itu, aliran modal keluar akan lebih besar daripada modal yang masuk ke dalam negeri. Berbagai kecenderungan ini akan memperburuk keadaan neraca pembayaran. Sebagai akibat terburuk, defisit neraca pembayaran dapat pula terjadi.
2.      Dampak terhadap individu dan masyarakat
a.       Memperburuk distribusi pendapatan
Dalam masa inflasi, nilai harta tetap seperti tanah, rumah, pertokoan, dan bangunan pabrik akan mengalami kenaikan harga yang adakalanya lebih cepat dari kenaikan inflasi itu sendiri. Sebaliknya, penduduk yang tidak mempunyai harta yang meliputi sebagian besar dari golongan masyarakat berpendapatan rendah, pendapatan riilnya merosot sebagai akibat dari inflasi. Dengan demikian inflasi melebarkan ketimpangan distribusi pendapatan.
b.      Pendapatan riil merosot
Sebagian tenaga kerja di setiap Negara terdiri dari pekerja-pekerja bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya kenaikan harga-harga selalu mendahului kenaikan pendapatan. Dengan demikian cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebagian besar tenaga kerja. Ini berarti juga tingkat kemakmuran masyarakat berkurang.
c.       Nilai riil tabungan merosot
Dalam perekonomian biasanya masyarakat menyimpan sebagian pendapatannya dalam bentuk deposito dan tabungan. Nilai riil tabungan tersebut akan mengalami penurunan sebagai akibat dari inflasi. Juga pemegang uang tunai akan dirugikan karena nilai riilnya merosot.
2.2.3        Cara mengatasi inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar. Berikut ini kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi inflasi:
a.      Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
1.      Politik diskonto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
2.      Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
3.      Peningkatan cash ratio: Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
4.      Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
5.      Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sanering (pemotongan nilai mata uang). Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
·         Penurunan nilai uang
·         Pembekuan sebagian simpanan pada bank–bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
b.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1.      Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
2.      Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Hal ini akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan mengurangi jumlah uang yang beredar. Berpengaruh pula pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
c.       Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1.      Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya. Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
2.      Menekan tingkat upah. Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
3.      Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
4.      Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
5.      Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
6.      Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.











BAB III
Penutup
3.1  Kesimpulan
Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi tersebut membawa dampak baik positif maupun negatif. Bila inflasi ringan membawa dampak positif, dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negatif terjadinya inflasi dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni dampaknya terhadap perekonomian dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Antara lain Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi di masa depan, menimbulkan masalah neraca pembayaran, tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi. Selain itu dampak terhadap individu dan masyarakat antara lain memperburuk distribusi pendapatan, pendapatan riil merosot, dan nilai riil tabungan merosot.
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Kebijakan yang dapat dilakukan antara lain Kebijakan Moneter meliputi politik diskonto, operasi pasar terbuka, menaikkan cadangan kas, kredit selektif, dan politik sanering. Kebijakan Fiskal, dapat dilakukan dengan cara menaikkan tarif pajak, mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, dan mengadakan pinjaman pemerintah. Kebijakan Non Moneter dapat dilakukan melalui menaikan hasil produksi, menjalankan kebijakan upah, dan pengawasan harga.




Daftar Pustaka

Samuelson&Nordhaus. 2001. Ilmu Makroekonomi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi
Sukirno, Sadono. 1999. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Suyuthi, Djamil. 1989. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: P2LPTK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar