MAKALAH
Inflasi dan Implikasinya sebagai Salah Satu Masalah Ekonomi
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia
Dosen
pengampu; Maimun S. , M.Si.
Disusun
oleh:
Saputri
Nur Raini
11417141018
PRODI
ILMU ADMINISTRASI NEGARA / REGULER
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Ada
tiga masalah ekonomi makro jangka pendek yang selalu dihadapi oleh kebanyakan
Negara saat ini. Ketiga masalah tersebut adalah inflasi, pengangguran, dan
ketimpangan neraca pembayaran.
Masalah-masalah
tersebut mungkin timbul secara terpisah, misalnya suatu Negara hanya mengalami
tingkat inflasi yang tinggi tanpa pengangguran dan ketimpangan neraca
pembayaran. Atau dua permasalahan timbul secara bersamaan misalnya, tekanan
inflasi tinggi disertai tingkat pengangguran yang juga tinggi. Atau inflasi
yang tinggi diikuti oleh defisit pada neraca pembayaran, dan yang lebih parah
kalau ketiga masalah tersebut terjadi bersama-sama. Ketiga permasalahan
tersebut harus segera diatasi. Karena apabila terjadi kegagalan dalam mengatasi
pemasalahan tersebut dapat menyebabkan permasalahan jangka panjang yang lebih
kronis, sehingga usaha untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang
makin tinggi melalui pertumbuhan ekonomi yang makin mantap menjadi terhambat.
Salah
satu masalah ekonomi yang juga merupakan masalah politik dan sosial yang
dihadapi oleh hampir Negara di dunia dewasa ini adalah inflasi. Secara singkat,
Inflasi adalah proses kenaikan harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan
harga secara umum dan terus-menerus bisa menimbulkan masalah serius di bidang
ekonomi termasuk masalah pengangguran dan juga masalah di bidang sosial dan
politik.
Untuk
lebih jelasnya dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai apa itu inflasi serta
berbagai hal yang berhubungan dengan inflasi. Dengan harapan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun sendiri pada
khususnya.
BAB
II
Isi
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Definisi Inflasi
Inflasi adalah suatu
proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu)
berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya
harga.
2.1.2
Teori
Inflasi
Teori inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang
beredar. Beberapa teori mengenai jumlah uang beredar antara lain:
a. Teori Klasik
Teori klasik berpendapat, tingkat harga terutama ditentukan
oleh jumlah uang yang beredar. Bila jumlah uang bertambah, harga-harga akan
naik. Ini berarti nilai uang menurun karena daya beli menjadi rendah.
Pertambahan jumlah uang beredar disebabkan deficit APBN atau adanya perluasan
kredit.
b. Teori Keynes
Menurut Keynes yang paling menentukan kestabilan kehidupan
ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat. Para konsumen, produsen,
pemerintah,dan luar negeri bersama-sama akan membeli lebih banyak barang yang
dihasilkan kapasitas produksi yang ada. Hal ini dapat menyebabkan
ketegangan-ketegangan di pasar. Produksi tidak dapat dinaikkan karena dibatasi
kapasitas produksi. Jumlah barang dan jasa yang diproduksi tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasar sehingga harga-harga menjadi naik dan timbul lagi inflasi.
Secara garis besar, teori inflasi
dibagi dalam tiga kelompok yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses
inflasi.
a. Teori Kuantitas
Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh jumlah uang
beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa
datang.
b.
Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuannya (secara ekonomis). Terjadi perubahan
pendapatan diantara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Masing-masing
kelompok menginginkan bagian yang lebih besar dari pada kelompok yang lain.
Proses perebutan ini menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang-barang
selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia.
c. Teori Strukturalis
Teori ini memberikan tekanan pada kekuatan dari struktur
perekonomian seperti yang terjadi di Negara-negara berkembang. Ada kekuatan
utama dalam perekonomian perekonomian Negara-negara sedang berkembang yang bisa
menimbulkan inflasi. Kekuatan ini terdiri dari:
Ø Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor
tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sector lain.
Ø Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan yang
tumbuh tidak secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita sehingga
harga bahan makanan naik melebihi kenaikan harga barang lain.
2.1.3
Mengukur
Inflasi
Inflasi diukur
dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga.
Indeks harga tersebut di antaranya:
a. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index
(CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang
dibeli oleh konsumen.
c. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang
dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk
meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku
meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga
barang-barang konsumsi.
f.
GDP Deflator menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang
produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dari banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi
di atas, dua yang paling
sering digunakan adalah CPI
dan GDP Deflator. Indeks biaya hidup/consumer price index (CPI) adalah Indeks
biaya hidup mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan
jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup. GNP deflator adalah
jenis indeks yang lain. GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang
mencangkup dalam perhitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibanding
dengan dua indeks di atas GNP deflator diperoleh dengn membagi GNP nominal
(diatas harga Berlaku) dengan GNP rill (atas dasar harga konstans).
2.1.4
Jenis-Jenis Inflasi
Dilihat dari tingkat keparahannya,
inflasi dibedakan menjadi :
a. Inflasi
Ringan, yaitu
tingkat inflasi sampai dengan 10% atau 20% setahun
b. Inflasi
Sedang, yaitu
antara 10% s/d 30% setahun
c. Inflasi
Berat, yaitu
antara 30% s/d 100% setahun
d. Hiper
Inflasi, yaitu di
atas 100% setahun
Berdasar sebab terjadinya:
a. Demand Inflation, yaitu inflasi yang timbul karena
desakan permintaan masyarakat akan barang dan jasa begitu kuat. Inflasi ini
muncul karena naiknya tingkat pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat
cenderung membeli barang dan jasa lebih banyak dari yang biasa mereka gunakan.
Misalnya seseorang yang biasa mengkonsumsi susu satu gelas sehari, karena
pendapatnya meningkat, maka konsumsi susunya juga meningkat menjadi 3 gelas
sehari. Dengan meningkatnya konsumsi atau pembelian, akan mendorong naiknya
harga barang-barang.
b. Cost atau Cost-push Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan
karena naiknya biaya produksi. Misalnya terjadi kenaikan bahan bakar atau
tuntutan buruh akan kenaikan upah, dimana kedua hal itu merupakan bagian dari
biaya produksi, maka perusahaan pun akan menaikkan harga jual barang dan
jasanya.
Berdasar asal-usul terjadinya:
a. Domestic inflation, yaitu inflasi yang berasal atau
bersumber dari dalam negeri. Misalnya pemerintah mengalami defisit anggaran
belanja kemudian pemerintah mencetak uang baru, sehingga jumlah uang beredar
bertambah. Keadaan ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat, bila
penawaran barang tetap, maka hal ini akan mendorong kenaikan harga
barang-barang.
b. Imported inflation, yaitu inflasi yang berasal dari
luar negeri. Sebagai contoh adalah negara kita, dimana negara kita masih banyak
mengimpor bahan baku dan barang modal lainnya. Apabila harga barang-barang yang
diimpor itu naik, maka biaya produksi juga meningkat, yang akhirnya akan
menaikkan harga jual barang dan jasa.
2.2
Pembahasan
2.2.1 Penyebab Inflasi
Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi selama Januari hingga Desember 2011
sebesar 3,79 %. Jenis barang dan jasa yang dominan menyumbang inflasi utamanya
adalah beras yang mengkontribusi 0,54 %, emas perhiasan 0,34 %, rokok kretek
filter 0,22 %, dan tarif sewa rumah 0,21 %. Inflasi juga disumbangkan oleh
tarif angkutan udara 0,19 %, ikan segar 0,18 %, uang sekolah SLTA 0,10 %, tarif
kontrak rumah 0,09 % dan nasi dengan lauk 0,08 %.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya inflasi di suatu Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pada prinsipnya
inflasi terjadi karena tidak adanya keserasian antara laju pertambahan uang dan
tingkat pertumbuhan barang dan jasa. Apabila jumlah uang beredar meningkat,
sedangkan produksi barang dan jasa tetap, maka hal ini cenderung akan mendorong
terjadinya inflasi. Namun demikian, dari uraian tentang jenis-jenis inflasi
dapat diidentifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi, yaitu antara
lain :
a. Naiknya permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa
Ketika pemerintah menaikkan gaji
pegawai negeri sipil(PNS), biasanya diikuti dengan kenaikan permintaan barang
dan jasa. Bila kenaikan besarnya permintaan ini tidak diimbangi dengan
penambahan volume barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada
naiknya harga barang dan jasa. Kenaikan gaji PNS ini pada dasarnya
mengidikasikan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar. Jenis inflasi ini
disebut demand-pull inflation
b. Kenaikan biaya produksi
Pada waktu pemerintah menaikkan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM), maka harga barang-barang di pasar juga akan
meningkat. Mengapa? Ka rena kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan biaya
produksi, akibatnya perusahaan juga menaikkan harga jual barang dan jasanya. Disini
terjadi cost-push inflation.
c. Defisit anggaran belanja (APBN)
Defisit APBN yang ditutup dengan
percetakan uang baru oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya
jumlah uang beredar,
Dimana hal ini akan berdampak pada
kenaikan harga barang dan jasa.
d. Menurunnya nilai tukar rupiah
Menurunnya nilai tukar terhadap
valuta asing, seperti US dollar, Yen, Deutche Mark, akan berdampak pada semakin
mahalnya barang-barang produksi impor. Hal ini berakibat pada kenaikan biaya
produksi.
Faktor uang dan barang atau jasa
seperti diuraikan di atas memang berdampak langsung terhadap inflasi. Bila
ditelusuri, maka sumber penyebab inflasi dapat juga berasal dari faktor-faktor
sosial dan politik. Sebagai contoh, adanya berbagai kerusuhan sosial seperti
yang terjadi akhir-akhir ini, juga memberikan dorongan terhadap laju inflasi.
Berbagai kerusuhan sosial yang terjadi menyebabkan rasa tidak aman pada
penduduk, sehingga mendorong mereka untuk membeli barang-barang dalam jumlah lebih
besar dari kebutuhan.
2.2.2
Dampak Inflasi
a. Dampak
Positif
Apabila inflasi itu
ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan,
misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya
dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat
inflasi.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
b. Dampak
Negatif
Dampak
negatif terjadinya inflasi dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni dampaknya
terhadap perekonomian dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.
1. Dampak
terhadap perekonomian
Sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang sangat
lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan harga tersebut tidak diikuti oleh kenaikan upah pekerja, maka
keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan meningkatkan investasi
di masa datang dan ini akan mendorong percepatan dalam pertumbuhan ekonomi.
Tetapi apabila inflasi menjadi lebih serius keadaannya, perekonomian tidak akan
berkembang seperti yang diinginkan. Pengalaman beberapa Negara yang pernah
mengalami hiperinflasi, menunjukkan bahwa inflasi yang buruk akan menimbulkan
ketidakstabilan social dan politik, dan tidak mendorong pertumbuhan ekonomi.
Terlebih dulu ekonomi harus distabilkan, termasuk juga menstabilkan
harga-harga, sebelum menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Ketiadaan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari inflasi
yang serius disebabkan oleh beberapa faktor penting seperti diuraikan berikut
ini:
a.
Inflasi
meningkatkan penanaman modal spekulatif
Pada
masa inflasi terjadi, terdapat kecenderungan di antara pemilik modal untuk
menggunakan uangnya dalam investasi yang
bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah dan menyimpan barang berharga akan
lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
b.
Tingkat
bunga meningkat dan akan mengurangi investasi
Untuk
menghindari kemerosotan nilai modal yang mereka pinjamkan, institusi keuangan
akan menaikkan tingkat bunga terhadap pinjaman-pinjaman mereka. Semakin tinggi
tingkat inflasi, semakin tinggi pula tingkat bunga yang akan mereka tentukan.
Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi keinginan penanam modal untuk
mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
c. Inflasi menimbulkan ketidakpastian
mengenai keadaan ekonomi di masa depan
Laju
inflasi akan bertambah cepat apabila tidak segera dikendalikan. Pada akhirnya
inflasi akan menimbulkan ketidakpastian keadaan perekonomian dan arah
perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diprediksi dengan baik. Keadaan ini akan
mengurangi minat pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.
d.
Menimbulkan
masalah neraca pembayaran
Inflasi
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dari harga barang yang dihasilkan
di dalam negeri. Sehingga menyebabkan impor berkembang pesat dan perkembangan
ekspor melambat. Di samping itu, aliran modal keluar akan lebih besar daripada
modal yang masuk ke dalam negeri. Berbagai kecenderungan ini akan memperburuk
keadaan neraca pembayaran. Sebagai akibat terburuk, defisit neraca pembayaran
dapat pula terjadi.
2. Dampak
terhadap individu dan masyarakat
a.
Memperburuk
distribusi pendapatan
Dalam
masa inflasi, nilai harta tetap seperti tanah, rumah, pertokoan, dan bangunan
pabrik akan mengalami kenaikan harga yang adakalanya lebih cepat dari kenaikan
inflasi itu sendiri. Sebaliknya, penduduk yang tidak mempunyai harta yang
meliputi sebagian besar dari golongan masyarakat berpendapatan rendah,
pendapatan riilnya merosot sebagai akibat dari inflasi. Dengan demikian inflasi
melebarkan ketimpangan distribusi pendapatan.
b.
Pendapatan
riil merosot
Sebagian
tenaga kerja di setiap Negara terdiri dari pekerja-pekerja bergaji tetap. Dalam
masa inflasi biasanya kenaikan harga-harga selalu mendahului kenaikan
pendapatan. Dengan demikian cenderung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil
sebagian besar tenaga kerja. Ini berarti juga tingkat kemakmuran masyarakat
berkurang.
c.
Nilai
riil tabungan merosot
Dalam
perekonomian biasanya masyarakat menyimpan sebagian pendapatannya dalam bentuk
deposito dan tabungan. Nilai riil tabungan tersebut akan mengalami penurunan
sebagai akibat dari inflasi. Juga pemegang uang tunai akan dirugikan karena
nilai riilnya merosot.
2.2.3
Cara mengatasi inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi
harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan
keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan
cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar. Berikut
ini kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi inflasi:
a.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan
moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah
uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan
moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
1. Politik
diskonto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang
yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan
tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk
mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat.
Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan
berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
2. Politik
pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal
untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank
sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang
beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar
terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti
obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang
beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank)
berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
3. Peningkatan
cash ratio: Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank
Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari
bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang
beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank
untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan
berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang
bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal
ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
4. Kredit
selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan
cara memperketat pemberian kredit
5. Penanggulangan
inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan
sanering (pemotongan nilai mata uang). Sanering berasal dari bahasa Belanda
yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara
lain:
·
Penurunan nilai uang
·
Pembekuan sebagian simpanan pada bank–bank
dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan
jangka panjang oleh pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah
pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai
mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
b.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Kebijakan
fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
1. Mengatur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar
anggaran tidak defisit.
2. Menaikkan
pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya
karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Hal ini akan mengakibatkan
penerimaan uang masyarakat berkurang dan mengurangi jumlah uang yang beredar. Berpengaruh
pula pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan
barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
c.
Kebijakan
Non Moneter
Kebijakan
nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah
maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk
mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument
berikut:
1. Mendorong
agar pengusaha menaikkan hasil produksinya. Cara ini cukup efektif mengingat
inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan
jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi
atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi
beras.
2. Menekan
tingkat upah. Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam
pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering
dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan
permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan
menimbulkan inflasi.
3. Pemerintah
melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
4. Pemerintah
melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi
kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga
tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan
berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan
pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat
dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau
KUD.
5. Kebijakan
yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi.
Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan
bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang
di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
6. Kebijakan
penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
BAB
III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang-barang secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan
mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi tersebut
membawa dampak baik positif maupun negatif. Bila inflasi ringan membawa dampak
positif, dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negatif terjadinya inflasi
dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni dampaknya terhadap perekonomian dan
dampaknya terhadap individu dan masyarakat. Antara lain Inflasi menimbulkan
ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi di masa depan, menimbulkan masalah
neraca pembayaran, tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
Selain itu dampak terhadap individu dan masyarakat antara lain memperburuk
distribusi pendapatan, pendapatan riil merosot, dan nilai riil tabungan
merosot.
Usaha untuk mengatasi
terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat
dicari jalan keluarnya. Kebijakan yang dapat dilakukan antara lain Kebijakan Moneter meliputi
politik diskonto, operasi pasar terbuka, menaikkan cadangan
kas, kredit selektif, dan politik sanering. Kebijakan Fiskal, dapat
dilakukan dengan cara menaikkan tarif pajak, mengatur penerimaan dan
pengeluaran pemerintah, dan mengadakan
pinjaman pemerintah. Kebijakan Non Moneter dapat dilakukan melalui menaikan
hasil produksi, menjalankan kebijakan upah, dan pengawasan harga.
Daftar
Pustaka
Samuelson&Nordhaus. 2001. Ilmu Makroekonomi. Jakarta: PT. Media
Global Edukasi
Sukirno, Sadono. 1999. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada
Suyuthi, Djamil. 1989. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: P2LPTK